Rabu, 01 Februari 2017

ABNORMAL

Istilah Normal dan Abnormal sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya pandangan abnormalitas sering dikaitkan dengan sudut pandang biologis yang berawal dari pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab tingkah laku abnormal. Pada abad ke-19 khususnya perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum memperkuat anggapan bahwa persoalan abnormalitas lebih disebabkan karena masalah gangguan yang terjadi pada otak. 
Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai terganggunya fungsi otak akibat pengaruh fisik atau kimiawi dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah laku. Akan tetapi kita harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan tingkah laku abnormal, dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. 
Prof. Slamet Iman Santoso, seorang psikiater (dokter ahli jiwa) yang merupakan orang pertama perintis Fakultas Psikologi di Indonesia, yang tertarik untuk mempelajari psikologi. Motivasi dari mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan (1937-1938), mendirikan fakultas psikologi, karena sebagai psikiater menemukan banyak masalah kejiwaan yang tidak bisa dipecahkan oleh psikiater. Bahwa persoalan gangguan jiwa tidak selalu bisa diselesaikan secara medis. 
Mungkin sedikit mundur lagi ke jaman dimana psikologi pertama kali muncul, Sigmund Freud sebagai bapak psikologi dunia juga seorang dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa. Freud memberi perhatian khusus pada ilmu neurologi yang mendorongnya untuk mengadakan spesialisasi dalam perawatan terhadap orang-orang yang mengalami gangguan saraf. Pada tahun 1881, ia membuka praktek untuk orang-orang yang mengalami gangguan jiwa dan emosi. Salah satu pandangan yang menjadikan pertentangan antara Freud dan gurunya Jean Martin Charcot adalah Freud mengganggap penyebab histeria adalah konflik-konflik seksual. 
Dalam percakapan sehari-hari, istilah Normal dan Abnormal sering ditemukan, namun seringkali diperoleh pengertian yang berbeda-beda. Secara teknis tidak selalu menunjukan maksud dan tujuan yang sama. Pengertian tidak seragam ini bisa menimbulkan masalah ketika digunakan untuk keperluan yang lebih spesifik atau lebih khusus. 
Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk menjelaskan perilaku yang abnormal, istilah-istilah tersebut kadang-kadang memiliki arti yang berbeda, hampir sama, bahkan terkadang sama. Istilah-istilah lain dari psikologi abnormal, atau sering disebut juga perilaku abnormal atau abnormal behavior adalah perilaku maladatif; kemudian ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional discomfort, mental illness (penyakit mental) atau gangguan mental, sampai insanity (kegilaan). Istilah yang paling lazim digunakan untuk psikologi abnormal adalah perilaku abnormal dan psikopatologi. 
Istilah perilaku abnormal bersesuaian dengan gangguan mental, mental disorder atau semacamnya, dalam konteks yang lebih luas perilaku abnormal juga bersamaan dengan perilaku maladaptif. Sedangkan istilah psikopatologi mengacu pada studi mengenai perilaku abnormal atau gangguan mental yang menyangkut wilayah ilmu pengetahuan. 
Abnormal behavior merupakan suatu istilah yang terutama banyak berkembang di Amerika Serikat, yang timbul karena masyarakat negara tersebut lebih mendasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya pemikiran pada mazhab perilaku (behaviorism). Sedangkan istilah psikopatologi merupakan istilah yang paling populer di masa lalu , ketika pusat ilmu pengetahuan berada di daratan Eropa, yang sebut saja bermazhab mental. Adanya pebedaan ini dikarenakan cara berpikir orang di daratan Eropa berbeda dengan cara berpikir orang Inggris dan Amerika Serikat. 
Orang Eropa daratan lebih melihat pada aspek dalam (inner) dari perilaku itu, sehingga perilaku yang menyimpang lebih banyak dilihat sebagai akibat saja dari gangguan atau penyakit jiwa. Kita mengenal istilah psiko yang artinya jiwa dan patologi yang berarti sakit. Jadi, perilaku yang menyimpang ini sepantasnya disebut sakit atau gangguan kejiwaan. Pemahaman disini tidak menekan pada perilakunya melainkan gangguan atau sakit jiwanya. 
Orang-orang Inggris kemudian berimigrasi ke benua Amerika, yang kemudian dikenal sebagai Amerika Serikat, lebih melihat aspek perilaku yang berada di “luar” (over behavior) adalah hal yang lebih penting dari pada aspek “dalam” (inner personality). Bagi mereka, apapun yang melatar belakangi suatu perilaku yang memberikan dampak terhadap masyarakat adalah perilaku nyatanya. Hal ini didasarkan filsafat pragmatisme yang mengatakan “yang benar atau yang baik itu adalah apa yang berlaku, masalah yang melatar belakangi perilaku itu nomor dua (apa yang ditampilkan, berdampak, itulah yang penting)”. 
Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang jauh lebih luas tentang perilaku abnormal jika dibandingkan studi tentang gangguan mental atau gangguan psikologis. Studi gangguan mental umumnya diasosiasikan atau dimaknai sebagai perspektif model medis (medical model) yang menganggap bahwa perilaku abnormal merupakan simtom dari penyakit yang mendasarinya. 
Para psikolog dalam memahami perilaku abnormal banyak menggunakan acuan DSM (Diagnostic and Statistical manual of mental disorder). DSM adalah sistem klasifikasi gangguan-gangguan mental yang paling luas diterima oleh banyak ahli. DSM menggunakan kriteria diagnostik spesifik untuk mengelompokkan pola-pola perilaku abnormal yang mempunyai ciri-ciri klinis yang sama. 
Psikologi Abnormal (Abnormal Psychology) merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami dan berupaya untuk menolong pola perilaku yang tidak sama dengan perilaku pada umumnya. 
Menurut Maramis (1999) normal adalah keadaan sehat (tidak patologis) dalam hal fungsi keseluruhan, sedangkan abnormal adalah menyimpang dari yang normal (tidak biasa terjadi). 
Perilaku normal adalah perilaku yang adekuat (serasi dan tepat) yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. Sedangkan Kartini Kartono (1989) mengatakan bahwa perilaku normal adalah sikap hidup yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat seseorang berada sehingga tercapai suatu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan. 
Singgih Dirga Gunarsa (1999), mendefinisikan psikologi abnormal sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian yang menyangkut proses dan isi kejiwaan. 
Menurut Coleman (dalam Wiramihardja, 2005) mendefinisikan abnormal dalam beberapa pendekatan, antara lain : 
  1. Pendekatan kenisbian kultural (cultural relativism), pendekatan ini mendefinisikan abnormal berdasarkan pemahaman norma suatu budaya sebagai standar perilaku normal. 
  2. Berdasarkan kriteria ketidakbiasaan (unusualness), mengemu-kakan bahwa perilaku abnormal sebagai penyimpangan dari rata-rata. 
  3. Pendekatan penyimpangan sosial (social deviation), orang yang berprilaku dan bersikap sosial berbeda dengan orang lain pada umumnya, digolongkan sebagai perilaku abnormal. 
  4. Kriteria discomfort (pendekatan disstress), seseorang disebut abnormal kalau secara personal ia merasakan dirinya berada dalam situasi penuh tekanan (stressful situation) baik yang bersumber dari lingkungan maupun dari kondisi diri. 
  5. Kriteria mental illness, perilaku terhadap proses fisikal dimana seseorang menyimpang dari situasi dan kondisi sehat, yang memungkinkan tampilnya perilaku atau simtom yang spesifik. 
  6. Kriteria maladaptif, dimana dideritanya situasi yng menekan dari lingkungan atau kondisi diri yang tidak cukup stabil untuk menjaga tetap berjalannya atau berfungsinya sumber daya orang tersebut bagi kehidupan sehari-harinya. 

Dalam memahami perilaku abnormal secara umum dapat dilihat dari tiga sudut pandang atau pendekatan, diantaranya adalah pendekatan statistik, pendekatan fungsional, dan pendekatan kultural.  
1. Pendekatan Statistik 
Perspektif atau pandangan ini menggunakan ukuran statistik untuk melihat suatu perilaku dapat dikatakan normal atau tidak. Pandangan ini melihat bahwa perilaku yang dikatakan abnormal dalah perilaku yang berada dikutub sebelah kanan atau dikutub sebelah kiri dari suatu kurva normal. Kurva normal merupakan kurva yang berbentuk lonceng dari suatu distribusi. Dalam kurva normal kebanyakan orang-orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya hanya sedikit orang-orang yang berada di daerah kutub sebelah kanan ataupun kutub sebelah kiri yang dianggap abnormal. Abnormalitas ditunjukkan pada distribusi yang berada di kedua ujung kurva. Jadi abnormalitas itu sebagai bentuk perilaku yang berbeda dari perilaku orang pada umumnya atau berbeda dari orang kebanyakan.

Dari gambar kurva diatas menunjukkan bahwa orang-orang yang berada atau mendekati tanda minus (–) dan mendekati tanda plus (+) yang dianggap abnormal, sedangkan orang-orang yang berada atau mendekati nol (0) adalah orang-orang yang dianggap normal. Pendekatan ini banyak digunakan dalam bidang medis dan psikologis, misalnya mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi, emosi, keterampilan membaca, dan sebagainya. Tinggi badan orang dewasa Indonesia rata-rata 150 cm s/d 170 cm, sehingga orang-orang yang memiliki tinggi badan antara 100 cm s/d 150 cm dianggap pendek, namun ketika seseorang memiliki tinggi badan dibawah 100 akan dianggap sebagai tinggi badan yang abnormal. Atau sebaliknya orang dewasa Indonesia yang memiliki tinggi badan lebih dari 200 cm juga akan dianggap sebagai tinggi badan yang abnormal. Pada kasus-kasus tertentu, untuk orang-orang yang berada pada kutub sebelah kanan kurva, jarang bahkan tidak ada yang menggunakan istilah abnormal atau tidak dapat dikatakan abnormal. Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi genius, namun untuk IQ dibawah 60 seringkali disebut abnormal. Seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal, misalnya ada atlet lari 100 meter ditempuh dalam 5 detik, maka hal ini tidak dapat dikatakan abnormal. Dengan demikian pemahaman abnormal lebih menekankan pada penyimpangan kearah negatif atau pada sisi kekurangannya, namun untuk penyimpangan yang kearah positif atau kelebihan biasanya tidak dikatakan abnormal. Untuk mempertegas lagi dari contoh tinggi badan orang Indonesia, jika ada tinggi badan orang Indonesia melebihi 200 cm (Suparwono yang berasal dari Tulang Bawang Provinsi Lampung , dengan tinggi tubuhnya yang mencapai 242 cm). Contoh kasus tinggi badan Suparwono yang tidak wajar ini akan banyak berdampak atau bernilai negatif sehingga lebih tepat dikatakan sebagai tinggi badan yang abnormal, walaupun penyimpangan ini berada dikutub kurva sebelah kanan. 

2. Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini lebih melihat pada fungsi-fungsi kepribadian yang ada pada orang yang bersangkutan berada pada taraf optimal atau tidak. Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya, seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan ini tidak diharapkan terjadi, maka kondisi ini diakatan abnormal. 

3. Pendekatan Kultural 
Pendekatan yang melihat abnormalitas dari sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu. Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi. Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal. Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif dan tentatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu. Kriteria ini tergantung dari tempat dan waktu, misalnya orang menggunakan pakaian renang atau baju bikini adalah suatu hal yang wajar jika digunakan ketika sedang berjemur dipantai, atau ketika sedang mandi di kolam renang, akan menjadi abnormal jika baju bikini dipakai untuk menghadiri pesta pernikahan. Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas dalam konteks psikologi abnormal pada umumnya. Ada banyak perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan budaya, namun pembahasannya masih belum atau tidak dapat dijadikan suatu kajian dalam psikologi abnormal. Perampokan, pelacuran, perjudian adalah bentuk perilaku yang jelas-jelas bertentangan dengan norma masyarakat, namun perilaku ini masih belum dapat dimasukkan dalam kajian psikologi abnormal, seakan-akan perlaku tersebut adalah perilaku yang wajar.

0 komentar:

Posting Komentar